Developmental Psychology (2):
Teori perkembangan menurut Erick Erikson dan Sigmund
Freud
Teori perkembangan kepribadian yang
dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat
dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting
dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia
mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud.
Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran
manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya
dianggap lebih realistis.
1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs
Kecurigaan)
Masa
bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi
didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di
sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap
asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi
menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak
percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat
asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi
situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
Tahap ini berlangsung pada masa oral,
kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada
tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan
kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis
pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan
dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan
sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara
kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil.
Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan
kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan
dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman
untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya
2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Masa kanak-kanak awal (early childhood)
ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai
batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk,
berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang
tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam
berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang
tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot
(anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung
mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan
pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan
malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan
orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan
suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya
bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan
ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat
memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang
anak yang menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan mengubah
lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau
ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk
mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau
perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada
suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol
diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat
anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk
menyentuh benda-benda lain.
3. Inisiatif vs Kesalahan
Masa
pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty.
Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan
kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi
karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami
kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan
bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap
kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap
bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3
sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini
ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan
kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar
dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari
kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif
merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata,
sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong
anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan
terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan
karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya
yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah
atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang
mereka rasakan dan lakukan. orang lain menjadi terhambat. Peristiwa ini
biasanya dikenal dengan istilah formalism.
5. Identitas vs Kekacauan Identitas
Tahap
kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa puber dan
berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya
kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah
kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang
dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri,
ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan
identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan
berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai
penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di
satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar
terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan
pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang
diberikan kepada masing-masing anggota
Pencapaian identitas pribadi dan menghindari
peran ganda merupakan bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini.
Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena
melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam
pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana
cara seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin
luas tidak hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat
yang ada dalam lingkungannya. Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada
tahap sebelumnya seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap
identifikasi di masa kanak-kanak diintrogasikan dengan peranan sosial secara
aku, sehingga pada tahap ini mereka sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu
sikap yang baik dalam segi kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain,
selain itu juga anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka sudah
menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi karena mereka
sudah dapat menemukan siapakah dirinya. Identitas ego merupakan kulminasi
nilai-nilai ego sebelumnya yang merupakan ego sintesis. Dalam arti kata yang
lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada dalam tahap
pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap terakhir/tua. Oleh karena itu,
salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap sebelumnya
berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan anak
tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah
pergaulan dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion
atau kekacauan identitas.
6. Keintiman vs Isolasi
Tahap
pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memasuki
jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30
tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan
intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang
kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai
longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya
dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan
untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang
akrab atau renggang dengan yang lainnya.
7. Generativitas vs Stagnasi
Masa
dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh
orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood)
ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya
masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan
segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak,
sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan
individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam
ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk
mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap
ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah
satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara
sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa
(stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini
adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan
dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh
berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan
sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap
siapapun.
8. Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut
tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65
ke atas. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity
– despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas
pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik
pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang
mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang
akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan
untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan
untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia
seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali
menghantuinya
Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada
tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang
menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan
putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut
pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari
lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat
berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika
di dalam diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson
terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh
karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini
akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang
mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat. Kecenderungan terjadinya
integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan
maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak
mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika
kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara
malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai
sikap sumaph serapah dan menyesali kehidupan sendiri. Oleh karena itu,
keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam
masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.
Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud
adalah salah satu teori yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori
yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui
serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan-energi dari id
menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau
libido , digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian
besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam
pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi perilaku di kemudian hari.
Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan
sukses, hasilnya adalah kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak
diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus
yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan,
individu akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang
terpaku pada tahap oral mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat
mencari rangsangan oral melalui merokok, minum, atau makan.
Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud
1. Fase Oral
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi
terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat
penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti
mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang
bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa
kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses
penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung pada para pengasuh. Jika
fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah
dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah
dengan minum, merokok makan, atau menggigit kuku.
2. Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus
utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar.
Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet – anak harus belajar untuk
mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa
prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap
ini tergantung pada cara di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang
tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat
yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan
produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat
sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan
kreatif.
Namun, tidak semua orang tua memberikan
dukungan dan dorongan bahwa anak-anak perlukan selama tahap ini. Beberapa orang
tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu seorang anak untuk kecelakaan. Menurut
Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil negatif. Jika orangtua
mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa-yg mengusir
kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau
merusak kepribadian berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet
training terlalu dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat-analberkembang di
mana individu tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif.
3. Fase Phalic
Pada tahap phallic , fokus utama dari libido
adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga menemukan perbedaan antara pria dan
wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka
sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks Oedipusmenggambarkan
perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah.Namun,
anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini,
takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
Istilah Electra kompleks telah digunakan untuk
menggambarkan satu set sama perasaan yang dialami oleh gadis-gadis muda. Freud,
bagaimanapun, percaya bahwa gadis-gadis bukan iri pengalaman penis.
Akhirnya, anak menyadari mulai
mengidentifikasi dengan induk yang sama-seks sebagai alat vicariously memiliki
orang tua lainnya. Untuk anak perempuan, Namun, Freud percaya bahwa penis iri
tidak pernah sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua wanita tetap agak terpaku
pada tahap ini. Psikolog seperti Karen Horney sengketa teori ini, menyebutnya
baik tidak akurat dan merendahkan perempuan. Sebaliknya, Horney mengusulkan
bahwa laki-laki mengalami perasaan rendah diri karena mereka tidak bisa
melahirkan anak-anak.
4. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana
energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran
intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan
keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah
satu yang relatif stabil. Tidak ada organisasi baru seksualitas berkembang, dan
dia tidak membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak
selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi
sebagai suatu periode terpisah.
5. Fase Genital
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual,
individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam
tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan
orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan
sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap
ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
Teori Kognitif Perkembangan Anak
Teori Jean Piaget menyarankan bahwa anak-anak
berpikir berbeda daripada orang dewasa dan mengajukan sebuah teori tahap
perkembangan kognitif. Dia adalah yang
pertama untuk dicatat bahwa anak-anak memainkan peran aktif dalam memperoleh
pengetahuan tentang dunia. Menurut
teorinya, anak-anak dapat dianggap sebagai "ilmuwan kecil" yang aktif
membangun pengetahuan dan pemahaman mereka tentang dunia. Pelajari lebih lanjut di artikel ini pada
tahap Piaget perkembangan kognitif .
Perilaku
Teori Perkembangan Anak
Teori perilaku
perkembangan anak berfokus pada bagaimana interaksi lingkungan mempengaruhi
perilaku dan didasarkan pada teori teori seperti John B. Watson, Ivan Pavlov
dan BF Skinner. Teori-teori ini hanya
berurusan dengan perilaku yang dapat diamati.
Pembangunan dianggap sebagai reaksi terhadap hadiah, hukuman, rangsangan
dan penguatan. Teori ini berbeda jauh
dari teori-teori perkembangan anak lainnya karena tidak memberikan pertimbangan
untuk pikiran atau perasaan internal.
Sebaliknya, berfokus murni pada bagaimana pengalaman membentuk siapa
kita. Pelajari lebih lanjut tentang
teori-teori perilaku dalam artikel ini pada pengkondisian klasik dan operant
conditioning .
Sosial Teori Perkembangan Anak
John Bowlby
Ada banyak
penelitian tentang perkembangan sosial anak.
John Bowbly mengusulkan salah satu teori awal pembangunan sosial. Bowlby percaya bahwa hubungan awal dengan
pengasuh memainkan peran utama dalam perkembangan anak dan terus mempengaruhi hubungan
sosial sepanjang hidup. Pelajari lebih
dalam ikhtisar teori lampiran .
Albert Bandura
Psikolog Albert Bandura mengusulkan apa yang
dikenal sebagai teori pembelajaran sosial .
Menurut teori ini perkembangan anak, anak-anak belajar perilaku baru
dari mengamati orang lain. Tidak seperti
teori perilaku, Bandura percaya bahwa penguatan eksternal bukanlah satu-satunya
cara orang belajar hal-hal baru.
Sebaliknya, bala bantuan intrinsik seperti rasa bangga, kepuasan dan
prestasi juga dapat menyebabkan belajar.
Dengan mengamati tindakan orang lain, termasuk orang tua dan teman
sebaya, anak-anak mengembangkan keterampilan baru dan memperoleh informasi
baru.
Lev Vygotsky
Psikolog lain bernama Lev Vygotsky mengusulkan
teori belajar mani yang telah pergi untuk menjadi sangat berpengaruh, terutama
dalam bidang pendidikan. Seperti Piaget,
Vygotsky percaya bahwa anak-anak belajar secara aktif dan melalui
tangan-pengalaman. Nya Teori
sosiokultural juga menyarankan bahwa orang tua, pengasuh, teman sebaya dan
budaya pada umumnya bertanggung jawab untuk pengembangan fungsi orde tinggi.